Cari Blog Ini

Pengikut

Senin, 14 Maret 2011

Etika Bertetangga dalam Islam

Ust H Muhalimin Lc, MA (imam masjid Mujahidin Surabaya)

Etika Bertetangga dalam Islam

Gresik – Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu : “….Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih).

“Kita wajib berperilaku baik terhadap tetangga” Tegas Ustad Muhalimin

“Sembahlah Allah dan Janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisaa 36).


Pada kesempatan tersebut Ust Muhalimin menceritakan bahwa pada tahun 2005 ada seorang ibu yang membawa anaknya yang sudah meninggal karena terkena TBC dan tidak mampu mengobatinya sehingga mayatnya dibawa pulang dari Jakarta ke Bogor menggunakan kereta, akan tetapi yang menjadi miris adalah tidak adanya pihak yang mempdulikan hal itu hal ini iperparah dengan ditangkapnya ibu itu oleh polisi di stasiun

Ada beberapa ibroh dari kjadian itu bahwa kita harus semakin peduli terhadap kondisi tetangga kita, sehingga kejadian yang demikian tidaklah terjadi lagi,

Ada beberapa kiat yang disampaikan ust Muhalimin terkait bagaimana kita berhubungan dengan tetangga :
1. Sering bertegus sapa
2. Memberikan sebagian makanan
3 Membantu jika ada musibah atau ada hajatan
4. Mangahdiri jika ada acara
5. Mengajak ke majelis taklim
6. Mengajak rihlah atau bepergian

Semakin berkembangnya kebudayaan dan masyarakat menyebabkan semakin komplek bagaimana kita berhubungan dengan tetangga ditambah lagi adanya social media oleh karena itu ditambahkan setelah ada beberapa jamaah yang bertanya antara lain aalah kita sering-sering berkomunikasi dengan sesama tetangga agar seimbang hubungan kita dengan Allah juga hubungan kita dengan manusia.



Penghambaan kepada Allah swt harus selaras dengan pergaulan kita terhadap berbagai kelompok manusia sebagaimana Firman-Nya di atas. Salah satunya adalah tetangga. Nabi saw pernah bersabda, “Jibril terus menerus berwasiat kepadaku (agar aku berbuat baik) kepada tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan menjadikannya ahli waris” (Muttafaq alaihi).
Tetangga ibarat saudara ‘terdekat’ kita. Merekalah paling dahulu mengulurkan tangan jika kita punya hajat. Seolah-olah mereka telah menjadi saudara kita meski terkadang tidak ada hubungan darah. Etika bertetangga menjadi sangat penting ketika kehidupan modern saat ini cenderung materialistik dan individualistik. Sudah sepantasnya bagi mukmin untuk memperhatikan adab-adab bertetangga yang diajarkan Nabi saw. Berikut ini paparannya :

1. Mengucapkan salam dan tersenyum jika bertemu.
Nabi saw. bersabda, “Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun meskipun hanya dengan menampakkan wajah yang berseri-seri saat kamu menjumpai saudaramu” (HR. Muslim).
2. Menjenguknya jika sakit dan bergegas memberi pertolongan ketika dibutuhkan atau diundang.
3. Berta’ziah (menghiburnya) ketika sedang ditimpa musibah atau bencana atau kematian.
4. Ikut bergembira jika ia bergembira dan memberikan ucapan selamat.
5. Memaafkan kesalahan, menutupi aibnya, dan mengingatkannya dengan lemah lembut atas kesalahannya.
6. Berkasih sayang dalam bergaul dengan anaknya dan memberi nasihat yang baik kepada mereka.
7. Menjaga pandangan mata, tidak selalu menyelidiki rahasia-rahasia, menjaga kehormatannya, dan menjaga rumahnya ketika ia sedang tidak di tempat.
Rasulullah saw bersabda, “Hindarilah oleh kamu sekalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain, janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR. Muslim).
8. Menjaga suara (radio atau TV) agar tidak mengganggunya terutama diwaktu- waktu istirahat.
9. Tidak menyakiti dengan cara menyempitkan jalan untuk dia atau membuang kotoran atau sampah di dekat rumahnya.
Dalam suatu kesempatan, Nabi saw bersabda, “Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman!” Para sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya” (Muttafaq alaihi).
10. Tidak melanggar batas wilayah hunian.
Nabi saw bersabda, “Barangsiapa menzalimi seseorang dengan sejengkal tanah, maka Allah mengalungkannya kepadanya tujuh lapis bumi (pada hari kiamat)” (Muttafaq alaihi).
11. Tidak meninggikan bangunan sehingga menghalanginya dari sinar matahari atau udara kecuali dengan seizinnya (HR. Thabarani)
12. Memberi nasihat dan ikhlas bermusyawarah dalam urusan dunia maupun akhirat.
13. Bersikap sabar atas gangguan, kelakuan kasar, dan sikap tak acuhnya.
14. Saling memberi.
Nabi saw. bersabda, “Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian” (HR. Imam Malik). Aisyah ra pernah bertanya, “Sesungguhnya saya punya 2 tetangga, kepada siapa diantara keduanya saya memberi hadiah? Nabi saw menjawab, “Kepada yang pintunya paling dekat dengan kamu” (HR. Bukhari).
15. Menunaikan hak-hak tetangga.
Tetangga dibagi menjadi 3 kelompok. Pertama, tetangga yang juga kerabat dan muslim. Mereka ini mendapat 3 hak (hak tetangga, kerabat, dan muslim). Kedua, tetangga dengan 2 hak (tetangga muslim bukan kerabat). Ketiga, tetangga dengan 1 hak (nonmuslim bukan kerabat).
Nabi saw. bersabda, “Apakah kalian mengerti apa hak tetangga itu? Jika ia meminta pertolongan kepadamu, maka tolonglah. Jika ia minta bantuan, bantulah. Jika ia meminta piutang, maka utangilah. Jika ia fakir, maka tengoklah. Jika ia sakit, maka jenguklah. Jika ia meninggal, maka antarkanlah jenazahnya. Jika ia mendapat kebaikan, ucapkanlah selamat (tahni’ah). Jika ia tertimpa musibah, hiburlah (ta’ziah). Jangan kamu ungguli (meninggikan bangunan di atas) bangunannya sehingga ia terhalang angin (udara) kecuali dengan izinnya. Jika kamu membeli buah, maka hadiahkan kepadanya. Apabila tidak maka. masukkanlah buah itu dengan rahasia. Janganlah anakmu membawa keluar buah itu untuk membuat marah anaknya. Janganlah kamu sakiti ia dengan asap masakanmu kecuali kamu mengambilkan masakan itu untuk dia.” Kemudian beliau meneruskan seraya bersabda, “Apakah kalian tahu hak tetangga itu? Demi Zat yang diriku di tangan-Nya, hak tetangga tidak sampai kecuali kepada orang yang dirahmati Allah” (HR. Thabarani).

Sumber : Al Falah

jalan menuju surga


Pengajian Ahad Pagi Masjid Nurul Jannah 6 Maret 2011 yang di mulai jam 6 – 10 diisi oleh KH Abdurrahman dari pondok pesantren Maskumambang, acara yang diadakan oleh IKADI Gresik bersama Takmir Masjid Nurul Jannah bertemakan jalan menuju surga


Pengajian Ahad Pagi Masjid Nurul Jannah 26-02-11 yang di mulai jam 6 – 10 diisi oleh Ust Muhil Dlofir Lc, LIPIA itu menyampaikan tentang Menjaga Aturan Allah ,acara yang diadakan oleh IKADI Gresik bersama Takmir Masjid Nurul Jannah bertemakan jalan menuju surga

Ust Muhil Dlofir Lc lulusan

Beliau menyampaikan bahwa Allah sesua dengan perasaan hambanya, beliau mencontohkan bahwa ketika kita melihat kotak amal maka apa yang akan kta rasakan, apakah kita memiliki perasaaan ingin shodaqoh atau ingin diberi

Beliau menyampaikan agar kita senantiasa memiliki perasaan ingin memberi agar kehidupan kita menjadi berkah,

Beliau juga menyampaikan keutamaan sholat shubuh berjamaah dan di lanjutkan dengan berdzikir sampai sholat Dluha memiliki keutamaan dengan pahala yang sama dengan haji, oleh karena itu kita harus membiasakan nilai-nilai haji tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari sebelum menjadi haji yang mabrur, insya Allah

Dalam Alquran disebutkan bahwa 2/3 menceritakan tentang kisahkaum yang dihancurkan mulai dari 4000 SM yaitu nabi nuh, 2500 SM kaum madyan nabi syu’aib,2000 SM nabi Luth, sehingga kita perlu mengkaji Al quran agar kita bisa semakin mendekatkan diri kita kepada Allah

Cerita mengenai hancurnya umat manusia ternyata saat ini masih bisa dilihat ikisahkn pernah terjadi di Indonesia di lembah gunung dieng desa legetan yang dihuni 350 penduduk yang kaya dan makmur akan tetpi tidak bersyukur dengan aktifitas yang dilarang oleh agama sehingga sekitar 14 april 1955 ketika penduduk desa sedang melaksanakan pesta dan konisi hujan lebat, dari desa tetangga didengar ada letusan yang cukup besar karena hujan besar sehingga tidak berni untuk keluar rumah

Dan apa yang terjai ternyata ketika diketahui pagi harinya desa legetan sudah hilang menjadi gunung kcil, dari analisa idapatkan bahwa di sekitar desa tersebut ada gunung pangampun yang atas puncaknya sudah kepotong diindikasikan terlempar menutupi desa tsb, sampai sekarang terdapat tugu peringatan desa yang hilang

Minggu, 06 Maret 2011

Jalan Menuju Surga


Jalan Menuju Surga


dakwatuna.com

5/2/2007 | 15 Muharram 1428 H |
Oleh: Rikza Maulan, M.Ag


Dari Abdullah Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw.: “Bagaimana pendapatmu jika aku melaksanakan shalat-shalat fardhu, berpuasa di bulan ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta aku tidak menambah dengan sesuatu apapun selain itu, apakah (dengan hal tersebut) bisa menjadikan aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” (HR. Muslim)

Tarjamatur Rawi

· Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram

Beliau adalah Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram Abu Abdillah Al-Anshari, salah seorang sahabat Rasulullah saw. Tinggal di Madinah dan wafat pula di Madinah pada tahun 78 H. Beliau termasuk sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw. Tercatat hadits riwayat beliau sekitar 1.540-an hadits. Beliau juga termasuk sahabat terakhir yang wafat di Madinah. Beliau wafat dalam usia 94 tahun.

· Abu Al-Zubair

Beliau adalah Muhammad bin Muslim Abu Al-Zubair Al-Azady, salah seorang di bawah wushta minat tabiin. Wafat tahun 136 H. Beliau mengambil hadits dari sahabat dan juga dari tabiin, di antaranya adalah Anas bin Malik, Aisyah ra, Umar bin Khatab, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Thawus bin Kaisan. Sedangkan murid-murid beliau adalah Hammad bin Salamah bin Dinar, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin Mihran, Syu’bah bin Hajjaj, dan Malik bin Anas. Adapun dalam derajat jarh wa ta’dil-nya, sebagian mengkategorikannya tisqah, sebagian lainnya shaduq. Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengkategorikan beliau sebagai Shaduq.

· Ma’qil bin Ubaidillah

Beliau adalah Ma’qil bin Ubaidillah, Abu Abdullah Al-Harani Al-Abasy, salah seorang Atba’ Tabiin. Wafat pada tahun 166 H. Beliau mengambil hadits di antaranya dari Atha’ bin Abi Ribah, Ikrimah bin Khalid, Amru bin Dinar, dan Ibnu Syihab Al-Zuhri. Sedangkan murid-muridnya adalah Makhlad bin Yazid, Muhammad bin Abdullah bin Zubair bin Umar bin Dirham, dan Abdullah Muhammad bin Ali bin Nufail. Dalam jarh wa ta’dil beliau dikategorikan sebagai shoduq.

Gambaran Umum Tentang Hadits

Para ulama hadits mengemukakan bahwa hadits ini memberikan gambaran penting tentang kaidah beramal secara umum dalam Islam. Oleh karenanya sebagian bahkan mengatakan bahwa hadits ini mencakup seluruh ajaran Islam. Kaidah yang digambarkan hadits ini adalah bahwa sesungguhnya segala “amal perbuatan” itu boleh dilaksanakan selagi terpatri dengan kewajiban-kewajiban syariat serta tidak melanggar prinsip umum hukum Islam, yaitu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.

Terkait dengan hal ini, ulama ushul fiqh bahkan memberikan satu kaidah tersendiri mengenai “bolehnya” melakukan segala perbuatan dalam muamalah dengan kaidah: Hukum asal dalam bermuamalah adalah “boleh”, kecuali ada dalil yang melarang perbuatan tersebut.

Makna Hadits

Hadits ini memberikan gambaran sederhana mengenai cara untuk masuk ke dalam surga. Dikisahkan bahwa seseorang sahabat (dalam riwayat lain disebutkan bahwa sahabat ini adalah An-Nu’man bin Qauqal) datang dan bertanya kepada Rasulullah saw. dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Ya Rasulullah saw, jika aku melaksanakan shalat yang fardhu, puasa yang wajib (puasa ramadhan), kemudian melakukan yang halal dan meninggalkan yang haram, apakah dengan hal tersebut dapat mengantarkanku ke surga?” Pertanyaan sederhana ini dijawab oleh Rasulullah saw. dengan jawaban sederhana, yaitu “ya”.

Hadits di atas secara dzahir menggambarkan “kesederhanaan” amalan yang dilakukannya sebagai seorang sahabat, yaitu hanya melaksanakan shalat dan puasa serta melakukan perbuatan yang dihalalkan dan meninggalkan perbuatan yang diharamkan. Dan ketika perbuatannya tersebut “ditanyakan” kepada Rasulullah saw., beliau pun tidak mematahkan “keterbatasan” yang dimiliki sahabat tersebut, namun justru menyemangatinya dengan membenarkan bahwa dengan hal sederhana tersebut insya Allah dapat membawa dirinya masuk ke dalam surga.

Itu artinya, Rasulullah saw dapat memahami bahwa tidak semua muslim memiliki kemampuan yang “lebih”, sehingga ia dapat maksimal melakukan berbagai aktivitas ibadah secara bersamaan sekaligus, seperti ibadah, jihad, tilawah, shaum, shadaqah, haji, birrul walidain dan sebagainya. Namun di antara kaum muslimin terdapat juga yang hanya memiliki kemampuan terbatas; hanya dapat mengimplementasikan Islam sebatas amaliyah fardhu, namun tetap menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Dan Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya (Al-Baqarah: 286).

Menghalalkan Yang Halal Dan Mengharamkan Yang Haram

Kesederhanaan amalan yang dilakukan seorang muslim hingga dapat membawanya ke dalam surga, dibingkai dengan bingkai “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram”. Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram artinya bahwa dirinya atau keinginannya mengikuti apa yang dihalalkan oleh Allah swt. serta menjauhi apa yang diharamkan oleh Allah swt. Dan bukan atas dasar keinginan serta kemauan diri pribadinya (Al-Kahfi: 28).

Bahkan dalam hadits, Rasulullah saw. menegaskan bahwa hanya dengan melaksanakan kewajiban seperti shalat, puasa dan zakat saja, namun belum menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, itu semua belum cukup:

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta.” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan shalat, puasa dan zakat. Namun ia juga mencela (orang) ini, menuduh zina (orang) ini, memakan harta (orang) ini, menumpahkan darah dan memukul (orang) ini. Lalu diambillah kebaikannya untuk menutupi hal tersebut. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum terlunasi “perbuatannya” tersebut, maka diambillah dosa-dosa mereka (yang menjadi korbannya) dan dilemparkan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR. Ahmad).

Banyak Jalan Menuju Surga

Sesungguhnya jika diperhatikan hadits-hadits Rasulullah saw. lainnya akan didapatkan bahwa banyak amalan sederhana yang jika dilakukan akan mengantarkan kita menjadi ahlul jannah, di antaranya adalah:

· Melaksanakan shalat subuh dan ashar. Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang shalat dua waktu dingin (subuh dan ashar), maka ia akan masuk surga (HR. Bukhari).

· Tauhidkan Allah dan melaksanakan ibadah fardhu. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa seorang Badui datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan padaku satu amalan yang jika aku laksanakan dapat mengantarkanku ke dalam surga?” Beliau menjawab, “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya terhadap apapun, melaksanakan shalat fardhu, membayar zakat yang wajib serta melaksanakan puasa di bulan ramadhan.” (HR. Bukhari)

· Mentaati Rasulullah saw. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Sahabat bertanya, “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku masuk surga, dan siapa yang maksiat terhadapku (tidak mentaatiku) maka ia adalah yang enggan.” (HR. Bukhari)

· Beramal sosial. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah di antara kalian yang berpuasa hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau berkata, “Siapakah di antara kalian yang hari ini mengiringi jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang telah memberikan makan pada orang miskin hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini telah menjenguk saudaranya yang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah semua hal di atas terkumpul dalam diri seseorang, melainkan ia akan masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)

Kunci Surga adalah La Ilaha Ilallah

Pada hakikatnya, kunci surga itu adalah kalimat tauhid “Tiada Ilah selain Allah swt”. Sehingga seorang mu’min yang telah mengucapkan kalimat itu dan ia meyakini sepenuh hati atas segala konsekuensinya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam surga Allah swt.

Dari Ubadah bin Al-Shamit r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan bahwasanya Isa a.s. adalah hamba dan utusannya yang merupakan kalimat dan ruh yang ditiupkan pada Maryam, dan bahwasanya surga dan neraka adalah benar adanya, maka Allah swt. akan memasukkannya dalam surga sesuai amal perbuatannya (HR. Bukhari).

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah, berhak mendapatkan surga dari-Nya. Dan sekiranya ia melakukan perbuatan maksiat, maka ia tetap berhak mendapatkan surga namun setelah dosa-dosanya dihapuskan dalam neraka.

Celaan Terhadap Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsu

Penyebab seseorang melakukan satu perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah. adalah karena mengikuti hawa nafsunya. Oleh karenanya dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (syariat Allah swt.).” Dalam Alquran Allah memberikan perumpamaan yang amat hina bagi orang yang mengikuti hawa nafsunya: seperti anjing. (Al-A’raf: 176)

Mengikuti hawa nafsu ini dapat menjadikan seseorang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Ini kebalikan dari pesan yang tersurat dari hadits di atas. Oleh karenanya, salah satu bentuk “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram” adalah dengan membuang jauh-jauh hawa nafsu yang cenderung mengajak pada kemaksiatan pada Allah swt. Dan insya Allah, hal ini akan dapat menjadikan kita termasuk calon penghuni surga.

Hikmah Tarbawiyah

Bagi seorang mukmin yang senantiasa mengharap ridha Allah swt. ketika membaca sebuah hadits, ia akan berupaya untuk mentadaburi hadits tersebut sehingga memberikan bekal dalam perjalanan panjangnya. Di antara hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas adalah:

1. Bahwa kesederhanaan dalam beramal, disertai ketulusan dan keikhlasan untuk senantiasa berpijak pada syariat Allah, insya Allah akan mengantarkan seseorang pada surga Allah swt.
2. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk memiliki “prestasi” yang menonjol dalam amalan ukhrawi, sehingga tidak baik bagi seorang dai untuk ‘memaksakan’ suatu amaliyah tertentu pada obyek dakwahnya yang tidak sanggup mengembannya. Namun bukan berarti bahwa setiap orang harus dinilai berdasarkan ‘pengakuan’ dan ‘keinginannya’ saja. Karena manusia jika tidak dipacu untuk maju, akan sukar baginya untuk maju.
3. Bahwa dalam muamalah, Islam memberikan kebebasan mutlak untuk melakukan inovasi amal, selama tidak ada dalil yang melarang satu perbuatan tertentu. Apakah di bidang sosial, politik, ekonomi, pendidikan, seni, budaya, dan lain sebagainya. Namun semua hal ini tetap harus dalam ‘frame’ untuk menegakkan kalimatullah di muka bumi ini, serta harus diproteksi dengan sistem yang dapat menjaganya dari kekeliruan dan potensi penyelewengan. Hal ini berbeda dengan masalah ibadah, yang tidak boleh dilakukan kecuali adanya dalil yang memerintahkannya.
4. Seorang dai haruslah bersikap bijaksana dan senantiasa memotivasi objek dakwahnya untuk beramal, kendatipun kecilnya amalan tersebut. Karena dengan adanya motivasi, seseorang akan terus tergerak untuk beramal yang lebih baik dan baik lagi. Sikap ini tergambar dari jawaban Rasulullah saw. dalam hadits di atas.
5. Sebuah cita-cita yang besar demi kemaslahatan umat, tidaklah bisa dijadikan satu alasan untuk meninggalkan perkara-perkara yang kecil. Hadits Abu Bakar Al-Siddiq di atas menggambarkan kepada kita, betapa perhatiannya Abu Bakar terhadap masalah kecil, seperti menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memberi makan orang miskin, dan sebagainya. Padahal beliau merupakan sahabat yang paling besar andilnya dalam mensukseskan dakwah pada masanya. Sehingga jangan sampai karena alasan cita-cita yang besar, seorang dai mengabaikan amaliyah-amaliyah kecil.
6. Dalam beberapa hadits, shalat dan puasa selalu disebutkan sebagai amalan yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga. Hal ini menunjukkan ‘pentingnya’ peranan shalat dan puasa. Sehingga tiada alasan bagi seseorang mengabaikan kedua ibadah ini dalam kondisi apapun juga.
7. Penyebutan shalat dan puasa yang berulang-ulang, sekaligus menunjukkan bahwa sesungguhnya shalat dan puasa memiliki implikasi positif dalam diri siapapun yang mengamalkannya. Shalat dan puasa bukanlah sebuah ritual yang ‘wajib’ dilaksanakan dan setelah itu sudah. Namun shalat dan puasa adalah ibarat pondasi dasar dan pagar yang dapat membentengi iman dari kerusakan dan kehancuran.

Menjaga Aturan Allah

Pengajian Ahad Pagi Masjid Nurul Jannah 26-02-11 yang di mulai jam 6 – 10 diisi oleh Ust Muhil Dlofir Lc, LIPIA itu menyampaikan tentang Menjaga Aturan Allah ,acara yang diadakan oleh IKADI Gresik bersama Takmir Masjid Nurul Jannah bertemakan jalan menuju surga

Ust Muhil Dlofir Lc lulusan LIPIA, Beliau menyampaikan bahwa Allah sesua dengan perasaan hambanya, beliau mencontohkan bahwa ketika kita melihat kotak amal maka apa yang akan kta rasakan, apakah kita memiliki perasaaan ingin shodaqoh atau ingin diberi

Beliau menyampaikan agar kita senantiasa memiliki perasaan ingin memberi agar kehidupan kita menjadi berkah,

Beliau juga menyampaikan keutamaan sholat shubuh berjamaah dan di lanjutkan dengan berdzikir sampai sholat Dluha memiliki keutamaan dengan pahala yang sama dengan haji, oleh karena itu kita harus membiasakan nilai-nilai haji tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari sebelum menjadi haji yang mabrur, insya Allah

Dalam Alquran disebutkan bahwa 2/3 menceritakan tentang kisahkaum yang dihancurkan mulai dari 4000 SM yaitu nabi nuh, 2500 SM kaum madyan nabi syu’aib,2000 SM nabi Luth, sehingga kita perlu mengkaji Al quran agar kita bisa semakin mendekatkan diri kita kepada Allah

Cerita mengenai hancurnya umat manusia ternyata saat ini masih bisa dilihat ikisahkn pernah terjadi di Indonesia di lembah gunung dieng desa legetan yang dihuni 350 penduduk yang kaya dan makmur akan tetpi tidak bersyukur dengan aktifitas yang dilarang oleh agama sehingga sekitar 14 april 1955 ketika penduduk desa sedang melaksanakan pesta dan konisi hujan lebat, dari desa tetangga didengar ada letusan yang cukup besar karena hujan besar sehingga tidak berni untuk keluar rumah

Dan apa yang terjai ternyata ketika diketahui pagi harinya desa legetan sudah hilang menjadi gunung kcil, dari analisa idapatkan bahwa di sekitar desa tersebut ada gunung pangampun yang atas puncaknya sudah kepotong diindikasikan terlempar menutupi desa tsb, sampai sekarang terdapat tugu peringatan desa yang hilang

Senin, 17 Januari 2011

Ikadi Jatim Gelar Rakor untuk Konsolidasi

Ikadi Jatim Gelar Rakor untuk Konsolidasi

Ditulis oleh admin • Jan 20th, 2011 • Kategori: Berita

Peserta Khusyuk 2Menapaki awal tahun 2011, Pengurus Wilayah Ikadi Jawa Timur menyelenggarakan Rapat Koordinasi yang dihadiri oleh jajaran Pengurus Wilayah (PW) dan jajaran Pengurus Daerah (PD) Ikadi se-Jawa Timur. Adapun tema yang diusung adalah Konsolidasi Internal untuk Ekspansi Dakwah. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Ahad, 16 Januari 2011, selama sehari penuh, di Aula Diklat PU, Jalan Gayung Kebonsari, Surabaya. Hadir dalam kegiatan ini Ketua Pengurus Pusat (PP) Ikadi, Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, yang memberikan arahan umumnya kepada peserta rapat selama kurang lebih satu jam.

Disamping mendengarkan arahan Ketua PP Ikadi, para peserta juga mendengarkan presentasi succes story dari empat PD yaitu PD Kota Kediri, PD Kabupaten Mojokerto, PD Kabupaten Jember, dan PD Kota Probolinggo. Masing-masing dari perwakilan keempat PD tersebut menceritakan program-program yang telah berhasil mereka lakukan berikut kunci-kunci kesuksesannya. Di akhir Rakor, panitia menggelar diskusi terbuka dengan judul PW Mendengar. Sesuai dengan judulnya, dalam sesi ini semua perwakilan PD mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan usulan-usulan.

Dalam Rakor ini, dihasilkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan implementasi dari tema Rakor. Salah satu kesimpulan Rakor adalah bahwa tahun 2011 ditetapkan sebagai tahun konsolidasi bagi Ikadi se-Jawa Timur. Setelah pembacaan kesimpulan dan rekomendasi, acara ditutup dengan doa dan pembagian oleh-oleh. Selamat dan sukses. Semoga Ikadi di Jawa Timur makin maju dan makin bermanfaat untuk umat.